Bel tanda pulang sekolah berbunyi. Seluruh siswa berhamburan keluar kelas. Satu persatu mereka keluar kelas dengan sangat disiplin. Maklum, karena sekolah mereka adalah sekolah favorit di kotanya.
Tak ketinggalan diantara kerumunan tersebut, Icha dan Putri juga keluar dari kelas mereka. Mereka adalah dua orang sahabat sejak SD dan sekarang mereka sudah kelas 7 SMP dan juga mereka satu kelas. Dua cewek tersebut berjalan menuju gerbang sekolah. Saat melewati kelas 9a, Icha menatap terus kelas tersebut. Dan... tak disangka pujaan hatinya (kakak kelas yang dikagumi oleh Icha) masih berada didalam kelas bersama temannya yang lain. Icha tersenyum-senyum sendiri. Lalu tiba-tiba ia dikagetkan,
“Woi! Bangun! Jangan mimpi terus!”, suara putri mengagetkan icha.
“Apaan sih lo, Put?! Ngagetin orang aja...”, jawab icha sesaat kemudian.
“Abis, lo senyum-senyum sendiri. Kayak orang gila! Gue kan cuma mau nyadarin lo aja...”, ucap Putri.
“Gila? Lo aja kale’ gue enggak! Tapi kalo lo mau nyadarin gue, nggak gitu caranya kale’...”, ucap Icha.
“Ya deh, maap”, pinta putri.
“Ya udah deh... cepetan yuk!”
Lalu mereka berdua melanjutkan perjalannya ke gerbang. Setelah sampai di depan gerbang, mereka ditawari oleh banyak tukang becak agar menaikinnya. Tapi mereka menolak. Lalu mereka celingak-celinguk mencari jemputannya masing-masing. Tapi belum ada. Setelah itu, Icha mengajak Putri untuk duduk di bangku dekat warung bakso di depan sekolah mereka.
“Duduk disana aja yuk. Capek nih...”, kata Icha sambil menunjuk sebuah bangku panjang.
“Boleh deh”
Setelah duduk disana sekitar beberapa menit, mereka belum juga melihat jemputan masing-masing. Lalu sebuah angkutan umum melewati sekolah mereka dengan sangat pelan berjalan, berharap ada penumpang yang manaikinya. Saat melewatinya, Putri mengamati penumpang yang ada dalam angkutan umum tersebut. Dan dia melihat seorang cowok memakai seragam SMP. Baginya dia sangatlah keren. Sebenarnya saat itu Putri ingin mengatakan hal itu pada Icha, tapi ia takut jika nanti ucapannya akan didengar oleh penumpang tadi. Dan pada saat itu pula, Icha juga melihat cowok tersebut. Dia hampir tidak berkedip sama sekali melihatnya. Karena baginya pula, cowok tersebut juga amat sangat keren.
Setelah angkutan umum tersebut berjalan agak jauh, tiba-tiba,
“Wow! Keren!”, teriak mereka berdua secara bersamaan namun secara tidak sengaja.
“Eh Put, lo liat cowok yang ada di angkutan umum tadi nggak?”, tanya Icha
“Iya, keren banget ya...”, ucap Putri.
“He’em. Gayanya cool abis...”, ucap Icha dengan nada kagum.
“Hehehe...”, tiba-tiba mereka saling berhadapan (berpandangan) sambil tertawa.
Lalu tiba- tiba Icha igin buang air kecil sebentar.
“Put, anterin gue dong...”, pinta Icha.
“Kemana?”, tanya Putri.
“Ke kamar kecil. Hehehe...”
“Ya deh...”
Lalu mereka menuju kamar kecil. Putri menunggu Icha di tempat duduk dekat kamar mandi dan kolam ikan. Setelah beberapa lama,
“Woi! Ngapain lo?”, tanya Icha seraya mengagetkan Putri.
“Gila lo cha, ngagetin gue aja. Gue lagi merenungi nasib nih...”
“Maksud lo?”
“Maksud gue, gue lagi merenungi nasib gue sekarang.”
“Emang lo sekarang kenapa?”
“Nungguin lo buang air kecil kan?”
“Ha?? Emangnya ada yang salah? kenapa?”
“Lo itu kalo buang air kecil kelamaan tau!”
“Masa’ sih? Perasaan standard aja deh...”
“Standard gimana?”
“Ya sesuai waktu. Nggak lama and nggak bentar. Alias sedang-sedang saja. Hehehe”
“Emang lo kira nilai tes? Pake’ standart segala. Ya udah deh, balik ke depan yuk. Kali aja gue udah dijemput.”
“Iya...”
Mereka lalu kembali ke gerbang sekolah. Saat di depan sekolah, Icha melihat jemputannya. Lalu tak lama kemudian Putri juga melihat jemputannya baru datang. Mereka pun pulang ke rumah masing-masing.
Hari berganti hari. Lalu beberapa bulan kemudian, Icha dan Putri tidak sengaja bertemu dengan anak yang waktu itu sedang berada di angkutan umum yang mereka anggap keren, saat sedang melihat pertandingan basket pujaan hati Icha.
“Eh Cha, itu bukannya anak yang waktu itu ada di angkutan umum?”, tanya Putri.
“Mana sih?”, Icha balik bertanya.
“Itu tuh, yang pake’ baju orend.”
“Mana sih?”, Icha masih bingung.
“Itu, yang ada di dekatnya orang lagi bawa poster.”, tunjuk Putri pada anak tersebut.
“Oh, itu? Kayake iya deh...”
“Kesana yuk...”
“Ngapain?”
“Kenalan lah...”
“Lo nggak malu apa?”
“Ngapain mesti malu. Sekarang kan udah jamannya emansipasi wanita...”
“Iya tapi...”
“Udah deh... Ayo! Gue yang nanggung resikonya.”
Lalu mereka menghampiri cowok tersebut, dan tiba-tiba...
“Aduh, hati-hati dong pak...”, ucap Putri saat ia hampir jatuh.
“Lo nggak papa, Put”, tanya Icha dengan wajah kaget.
“Santai aja...”, ucap Putri sambil berbisik dan mengedipkan sebelah matanya.
“Lo nggak papa?”, tanya cowok yang mereka incar.
“Eh, gue nggak papa kok.”, jawab Putri.
“Mau gue tolong?”, tanya cowok tersebut sambil mengulurkan tangannya.
“Tolongin gue berdiri dong.”, pinta Putri pada cowok tadi sambil meraih tangan cowok tersebut.
Setelah itu...
“Thank’s ya... Eh ya, nama lo siapa?”, tanya Putri.
“Gue Arya. Lo?”
“Gue Putri dan ini Icha, temen gue.”
“Hai...”, sapa Icha
“Hai juga...”, jawab Arya.
“Kita ke cafe aja yuk. Biar Icha yang traktir....”
“Apa lo kata?! Tapi ya udah, nggak papa, mumpung gue ada rejeki. Hehehe”, tanggapan Icha.
“Hehehe. Lo emeng temen yang baik. Gimana Ya? Mau nggak?”, kata Putri.
“Boleh...”, jawab Arya.
Setelah sampai ke cafe yang mereka tuju...
“Eh, Arya lo sekolah dimana?”, tanya Putri.
“Gue sekolah di SMP Taman Siswa”
“Owh. Icha kok lo diem aja sih. Ngomong dong...”, ujar Putri
“Iya deh. Lo kelas berapa Ya?”, sahutnya
“Gue udah kelas 8 SMP. Kalo lo?”
“Gue ama Putri masih kelas 7 SMP.”
“Owh. Eh, gue... gue...”, ucap Arya dengan gugup.
“Ada apa, Ya?”, tanya Putri
“Mm... Gue boleh minta nomer HP kalian nggak? Tapi kalo nggak boleh nggak papa kok. Gue nggak maksa.”, kata Arya dengan gugup.
“Mm... gimana ya??? Berhubung kita kasihan ama lo, kita kasih deh. Hehehe”, ujar Putri.
“Thank’s ya...”, ucap Arya dengan wajah berbinar-binar.
Setelah beberapa bulan mereka bertiga berteman, mereka satu sama lain merasa sangat akrab. Seperti sahabat. Mereka selalu bersama-sama. Selalu tertawa dan menangis bersama.
Lalu suatu hari saat Icha berjalan menuju kantin, tiba-tiba HP Icha berbunyi. Dan ada sebuah pesan, singkat yang berisi:
Icha, gue mohon mau ketemu lo. Gue tunggu lo di taman Gajah Mada sehabis pulang sekolah. Plis, dateng ya...
Lalu setelah pulang sekolah, Icha mendatangi taman Gajah Mada seperti yang diinginka Arya. Ia kesana sendirian, karena Putri sedang mengikuti tes lomba. Setelah sampai di taman tersebut, ia langsung melihat Arya yang juga masih memakai seragam sekolahnya. Lalu Icha menghampirinya.
“Hai...”, sapa Icha dengan senyum pada Arya.
“Hai Cha...”, jawabnya.
“Ada apa?”
“Gue mau ngomong sesuatu ama lo...”
“Apaan? Kenapa nggak sms atau telepon aja?”
“Sorry, kayaknya kalo lewat sms atau telepon nggak asyik.”
“Emang lo mau ngomongin apa?”
“Gue... Gue...”, ucap Arya gugup.
“Lo kenapa?”
“Gue suka sama lo!”, ucap Arya dengan sebisanya.
“Apa?”, jawab Icha kaget bercampur senang dan takut.
“Sorry, kayaknya ini terlalu cepat. Tapi, mau gimana lagi? Gue udah nggak kuat buat nahan semuanya. Dada gue serasa sesak nahan semua ini. Lo mau nggak jadi pacar gue?”, jelas Arya dengan sangat gugup..
“Lo perlu jawabannya sekarang? Tapi sorry kayaknya gue nggak bisa jawab sekarang.”
“Ya nggak papa deh. Terus lo mau jawab kapan?”, tanya Arya memasang muka sedikit kecewa.
“Mungkin tiga hari lagi...”, jawab Icha
“Ok. Gue tunggu jawaban lo...”
“Dan satu lagi. Tolong lo jangan beritau orang-orang tentang kejadian ini. Pliss...”
Lalu Icha bergegas pulang. Sesampainya di rumah, ia mandi lalu belajar karena besok ia ada ulangan.
Keesokan harinya, Icha bertemu dengan Putri, tapi tidak seakrab seperti biasanya. Icah seperti ingin menjauhi Putri sementara.
Hari berikutnya Icha mengajak Putri ke bangku dekat kolam. Disana mereka ngobrol-ngobrol.
“Icha, lo udah ngerjain PR biologi belom?”, tanya Putri
“Belom. Mungkin nanti gue kerjain.”
“Oh. Oh ya, ngapain lo manggil gue kesini?”
“Gini, sebenarnya... sebenarnya...”
“Sebenarnya kenapa?”
“Gue... gue, kemarin lusa ditembak sama Arya...”, ujar Icha dengan terbata-bata dengan nada ketakutan.
“Wah! Jadian dong! Selamat ya...”, ucap putri girang
“Gue belum jadian...”
“Kenapa?”
“Soalnya, gue takut lo marah...”
“Ngapain juga gue marah. Lagipula, gue nggak bener-bener suka sama Arya kok. Dia cuma gue buat ‘cuci mata’ aja kok... Hehehe”, ujar Putri.
“Jadi? Selama ini, lo nggak bener-bener suka sama si Arya?”
“Iya... Hehehe”, jawab Putri dengan santai.
“Ya ampun... berarti gue salah kiprah.”
“Maksud lo?”
“Maksud gue, gue kira lo bener-bener suka sama Arya, ternyata Arya cuma lo jadiin bahan penikmatan aja.”
“Ya maap. Oh ya, ngomong-ngomong setelah gue beri tau soal tadi, lo mau terima dia?”
“Gimana ya? Tunggu aja tanggal mainnya. Hehehe...”
Lalu hari selanjutnya dengan cuaca siang yang cerah, Arya datang ke sekolah Icha untuk menanyakan hal yang kemarin lusa ia nyatakan. Saat mereka bertemu, Arya bertanya,
“Gimana? Lo mau apa enggak?”
“Apanya?”
“ Yang kemaren. Lo mau jadi pacar gue atau nggak?”
“Mm... Gimana ya?”
“Pliss...”
“He’em
“Bener?”
“Thank’s ya...!”, tanggap Arya sambil menampakkan muka yang sangat amat senang dan cerah, lalu memegang tangan Icha sambil megucap terima kasih padanya.
“Iya...”
“Eh ngomong-ngomong, Putri udah punya pacar belom?”
“Emangnya kenapa? Lo mau nembak dia juga?”
“Ya enggak lah. Temen gue ada yang suka sama dia”
“Oh gitu... Dia belom punya pacar.”
“Wah bagus dong. Kalo gitu, gimana kalo kita comblangin mereka berdua?”
“Boleh deh...”, jawab Icha
Keesokan harinya Putri dikenalkan oleh temen si Arya yang bernama Dimas. Dia juga satu sekolah dan satu kelas dengan Arya. Saat mereka berdua dipertemukan,
“Hai... Lo Dimas kan, temennya Arya?”, sapa Putri.
“Iya. Lo Putri kan?”
“Iya...”
Setelah itu mereka ngobrol. Kayaknya Putri mulai suka
dengan Dimas. Lalu beberapa minggu setelah kenal dan
berteman, Dimas mengajak bertemu Putri di cafe, tempat mereka biasa bertemu.
“Hai...”, sapa Dimas dengan gugup, saat melihat Putri menghampirinya.
“Hai...”, jawab Putri.
“Put, gue mau bilang sesuatu.”
“Bilang aja kale’. Biasanya aja lo langsung nyerocos.
Hehehe...”
“Tapi ini bukan masalah biasa.”
“Maksud lo?”
“Mm... Gue suka sama loe.”,tiba-tiba Dimas mengatakan hal
tersebut.
“Ha??”
“Iya, gue suka sama lo sejak gue baru ketemu sama lo.”, jelas Dimas
“Mm... maksud lo?”, tanya Putri seolah tak tau apa yang dimaksud Dimas.
“Maksud gue, gue suka sama lo sejak kita ketemu!”, jelas Dimas sekali lagi.
“Oh...”, jawab Putri dengan santai.
“Kok jawabannya cuma ‘oh’??”
“Lha terus gimana?”
“Jawabannya yang tadi apa?”
“Jawaban apa? Lo tadi nggak tanya apa-apa deh. Lo tadi cuma bilang kalo lo suka ama gue. Gitu aja, nggak lebih.”
“Oh gitu ya...? Maaf deh. Kalo gitu aku tanya sekarang ya. Lo mau nggak jadi pacar gue?”, tanya Dimas sambil gugup dan malu-malu.
“Mm... Gimana ya...”, jawab Putri sambil nada menggoda.
“Ya deh...”, tiba-tiba Putri menyambung dengan lantang.
“Yes! Thank’s ya...”, tanggapan Dimas dengan wajah yang sangat cerah.
Tiba-tiba Arya dan Icha keluar dari sebuah ruangan di cafe
tersebut. Mereka keluar dengan tertawa terbahak-bahak. Untung saja saat itu pengunjungnya sepi, kalau tidak mereka pasti malu karena tertawanya aneh.
“Oh, jadi kalian semua ngerencanain ini?”, tanya Putri sambil menunjukkan ekspresi marahnya.
“Iya... Hehehe. Tapi lo seneng kan?”, jawab Icha.
“Iya sih... Hehehe.”
Mereka semua tertawa bersama-sama. Kini Icha dan Putri telah memiliki pasangan masing-masing. Icha dengan Arya, dan Putri dengan Dimas. Empat teman yang mempunyai dua persahabatan itu kini menjadi dua pasang kekasih. Mereka saling menyayangi satu sama lain.
(maaf ya kalo' bahasanya nggak bagus. hehehe...)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar